PENGERTIAN
Hutang-piutang
dalam keluarga adalah hutang-piutang yang terjadi dalam satu hubungan
keluarga, seperti orang tua dengan anaknya atau sebaliknya. Antara suami
dengan istri atau sebaliknya. Antara saudara dengan saudaranya dalam
satu keluarga, dan lain-lainnya.
MACAM-MACAM HUTANG ANTARA KELUARGA.
- Suami berhutang pada istrinya.
Apabila
seorang suami berhutang pada istrinya, maka ini adalah hutang yang
wajib dibayar kepada istrinya pada waktu yang telah dijanjikan suaminya.
Maka, apabila suami memiliki kesulitan untuk membayar hutang pada istrinya, hendaklah suami meminta agar istri merelakan hutang suaminya. Dan hendaklah sebagai istri yang baik mengikhlaskan hutang suaminya sebagai sedekah.
Sabda Rasulullah SAW.
Maka, apabila suami memiliki kesulitan untuk membayar hutang pada istrinya, hendaklah suami meminta agar istri merelakan hutang suaminya. Dan hendaklah sebagai istri yang baik mengikhlaskan hutang suaminya sebagai sedekah.
Sabda Rasulullah SAW.
عَنْ
زَيْنَبَ امْرَأَةِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَصَدَّقْنَ يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ وَلَوْ
مِنْ حُلِيِّكُنَّ قَالَتْ فَرَجَعْتُ إِلَى عَبْدِ اللَّهِ فَقُلْتُ
إِنَّكَ رَجُلٌ خَفِيفُ ذَاتِ الْيَدِ وَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ أَمَرَنَا بِالصَّدَقَةِ فَأْتِهِ
فَاسْأَلْهُ فَإِنْ كَانَ ذَلِكَ يَجْزِي عَنِّي وَإِلَّا صَرَفْتُهَا
إِلَى غَيْرِكُمْ قَالَتْ فَقَالَ لِي عَبْدُ اللَّهِ بَلْ ائْتِيهِ أَنْتِ
قَالَتْ فَانْطَلَقْتُ فَإِذَا امْرَأَةٌ مِنْ الْأَنْصَارِ بِبَابِ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَاجَتِي حَاجَتُهَا
قَالَتْ وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ
أُلْقِيَتْ عَلَيْهِ الْمَهَابَةُ قَالَتْ فَخَرَجَ عَلَيْنَا بِلَالٌ
فَقُلْنَا لَهُ ائْتِ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَأَخْبِرْهُ أَنَّ امْرَأَتَيْنِ بِالْبَابِ تَسْأَلَانِكَ أَتُجْزِئُ
الصَّدَقَةُ عَنْهُمَا عَلَى أَزْوَاجِهِمَا وَعَلَى أَيْتَامٍ فِي
حُجُورِهِمَا وَلَا تُخْبِرْهُ مَنْ نَحْنُ قَالَتْ فَدَخَلَ بِلَالٌ عَلَى
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَأَلَهُ فَقَالَ
لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ هُمَا
فَقَالَ امْرَأَةٌ مِنْ الْأَنْصَارِ وَزَيْنَبُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الزَّيَانِبِ قَالَ امْرَأَةُ
عَبْدِ اللَّهِ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ لَهُمَا أَجْرَانِ أَجْرُ الْقَرَابَةِ وَأَجْرُ الصَّدَقَةِ
=رواه مسلم=
Dari
Zainab istri Abdullah (bin Mas’ud) ra, berkata: Rasulullah saw
bersabda: Bersedekahlah kalian wahai sekalian wanita walau hanya dengan
sebahagian perhiasaan kalian. Zainab mengatakan, Aku pun kembali menemui
Abdullah lalu aku mengatakan sesungguhnya engkau adalah laki-laki yang
lemah yang miskin. Dan sesungguhnya Rasulullah saw menyuruh kami untuk
bersedekah, datangilah Rasulullah lalu tanyakan padanya. Tidakkah ia
memberi pahala padaku kecuali aku melakukannya kepada selain kalian. Ia
mengatakan, Abdullah berkata kepadaku, Engkau sajalah yang menemui
beliau. Aku pun berangkat ketika seorang wanita anshar berada di depan
pintu Rasulullah saw. Keperluanku sama dengan keperluannya, ia berkata:
Sesungguhnya wanita itu sangat segan menemui Rasulullah. Maka keluarlah
Bilal, lalu kami mengatakan kepadanya. Temuilah Rasulullah saw dan beri
tau dia bahwa dua orang wanita di depan pintu yang mau bertanya
kepadamu. Apakah diberi balasan pahala atas sedekah istri pada suaminya
dan pada anak yatim yang tinggal dirumahnya, dan jangan beri tau beliau
siapa kami yang bertanya ini. Maka masuklah Bilal kerumah Rasulullah
saw, lalu ia pun menanyakannya. Maka Rasulullah saw bertanya kepadanya:
Siapa mereka. Kata Bilal: Seorang wanita dari kaum anshar dan Zainab.
Maka Rasulullah saw bersabda: Zainab yang mana. Kata Bilal: Istrinya
Abdullah. Lalu Rasulullah saw bersabda padanya: Bagi mereka ada dua
pahala, satu pahala karena kekerabatan dan satu pahala lagi karena
sedekahnya. (HR. Muslim).
Apabila
suatu saat suaminya telah meminta keringanan, namun istrinya tidak
membebaskan hutang suaminya, lalu suaminya meninggal dunia, maka hutang
suaminya dibayar dari harta yang dimiliki oleh suaminya. Karena piutang
istri sebagiannya adalah milik ahli waris istrinya. Begitu juga bila
istrinya yang lebih dulu meninggal dunia, maka suaminya harus membayar
sebagian hutangnya yang menjadi bagian ahli waris istrinya. Begitu juga
bila suaminya berhutang dengan orang lain. Wallahu A’lam.
- Istri berhutang pada suaminya.
Dalam
Islam, masalah istri berhutang pada suaminya semestinya tidak terjadi
dalam kehidupan kaum muslimin. Karena istri adalah tanggungan yang
nafkahnya adalah kewajiban suaminya. Maka seluruh keperluan istri adalah
kewajiban suami. Lalu alasan apa yang membuat istri harus berhutang
pada suaminya. Maka istri tidak dibenarkan berhutang sesuatu tanpa
sepengetahuan suaminya. Namun bila istri sampai berhutang untuk
keperluan keluarganya, maka ini jatuh menjadi hutang suaminya, sekalipun
yang berhutang itu istrinya.
- Ayah dan ibu berhutang pada anaknya.
Apabila
kedua orang tua hidup dalam keadaan tidak mampu, maka kedua orang tua
dalam tanggungan anak laki-lakinya yang punya kemampuan. Maka tidak
semestinya ayah dan ibu sampai berhutang pada anak-anaknya, karena
keperluan keduanya telah dipenuhi oleh anak laki-lakinya.
Sabda Rasulullah saw.
Sabda Rasulullah saw.
عَنْ
جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ
إِنَّ لِي مَالًا وَوَلَدًا وَإِنَّ أَبِي يُرِيدُ أَنْ يَجْتَاحَ مَالِي
فَقَالَ أَنْتَ وَمَالُكَ لِأَبِيكَ
Dari
Jabir bin Abdillah ra,: “Bahwa seseorang berkata kepada Rasulullah saw:
Sesungguhnya aku memiliki harta dan anak, dan sesungguhnya ayahku ingin
mengambil harta itu dariku? Lalu Rasulullah saw menjawab: “Kamu dan
hartamu milik ayahmu” (HR. Ibnu Majah, Ahmad dan Thabrani).
عَنْ
عَائِشَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ
أَوْلَادَكُمْ مِنْ أَطْيَبِ كَسْبِكُمْ فَكُلُوا مِنْ كَسْبِ
أَوْلَادِكُمْ
Dari
‘Aisyah ra, dari Nabi saw: “Sesungguhnya anak kalian adalah hasil
terbaik dari usaha kalian, maka makanlah dari usaha anak-anak kalian.”(HR. Abu Dawud, An Nasa’i dan Ahmad).
Namun
bila kedua orang tua berhutang pada anak perempuannya yang hartanya
adalah milik suaminya. Hukumnya hampir sama dengan hutang pada orang
lainnya yaitu wajib mengembalikannya. Karena mertua dengan menantu tidak
saling mewarisi. Dan bila orang tuanya meninggal dunia lebih dulu,
tetap harus dilunasi dengan harta yang ditinggalkannya. Kecuali bila
suami dari anak perempuannya merelakannya.
Catatan.
Bila
kedua orang tua memiliki hutang pada orang lain saat mereka meninggal
dunia. Maka hutangnya dibayarkan dari harta yang ditinggalkannya sebelum
pembagian harta waris. Namun bila orang tua tidak memiliki harta yang
akan membayar hutang-hutangnya, maka anak-anaknya asal hukumnya tidak
wajib membayarkan hutang-hutang orang tua sekalipun anaknya mampu
membayarnya. Maka, hendaklah sebagai orang tua berhati-hati dalam urusan
hutang. Namun bila anaknya mampu dan mau melunasi hutang-hutang kedua
orang tuanya, maka itu adalah kabaikan yang mendatangkan pahala yang
sangat besar. Insya Allah.
Kemudian
saat suami menafkahi kedua orang tuanya yang kurang mampu, seringkali
ada istri yang tidak rela kepada suaminya. Perlu diketahui, bahwa suami
tidak memerlukan izin dari istri untuk menafkahi kedua orang tua
suaminya yang tidak mampu. Dan istri seharusnya menyadari bahwa suaminya
wajib menafkahi orang tuanya sebagai mana suami menafkahi istrinya.
Sabda Rsaulullah saw.
عَنْ
عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ
أَيُّ النَّاسَ أَعْظَمَ حَقًّا عَلَى الْمَرْأَةِ؟ قَالَ « زَوْجُهَا »
قُلْتُ: فَأَيُّ النَّاسَ أَعْظَمَ حَقًّا عَلَى الرَّجُلِ ؟ قَالَ «
أُمُّهُ » « ومنها » =رواه البزار والحاكم=
Dari
Aisyah ra, berkata: Aku bertanya, Ya Rasulallah, siapa orang yang
paling berhak diagungkan oleh seorang wanita, Rasulullah menjawab:
Suaminya. Aku tanya lagi, Siapa orang yang paling berhak diagungkan
seorang laki-laki. Rasulullah menjawab: Ibunya. =HR. Al Bazzar dan Hakim=
- Anak berhutang pada orang tuanya.
Apabila
anak berhutang pada ayah atau ibunya. Maka anak wajib melunasi
hutangnya selama orang tuanya masih hidup. Namun bila kedua orang tuanya
meninggal dunia, sementara ia belum melunasi hutangnya. Karena harta
ayah dan ibunya akan menjadi harta waris, maka dia harus membayarkan
sebagian hutangnya yang menjadi hak ahli waris lainnya.
Maka
dari itu janganlah orang tua menghutangkan hartanya pada anak-anaknya
dengan sembunyi-sembunyi karena takut diketahui oleh anak lainya yang
bila dikemudian hari akhir diketahui juga bisa menimbulkan kecemburuan
diantara mereka. Bila sampai umur (meninggal dunia) pada anaknya dan
hutang belum dibayarkan, orang tua biasanya mudah mengikhlaskan hutang
anak-anaknya, dan harta orang tua juga harta bagi anak-anaknya. Akan
tetapi apabila yang meninggal dunia lebih dahulu orang tuanya yang
berhutang, biasanya anak yang berhutang akan mendiamkan hutangnya karena
sebelumnya memang tidak diketahui oleh saudara lainnya. Kalau hutang
itu kecil, mungkin resikonya tidak begitu besar. Tapi bila jumlah hutang
itu besar, lalu ia mendiamkannya juga. Maka ia akan memakan harta yang
bukan miliknya, karena sebagian besar dari harta orang tua yang
dipinjamnya bila orang tuanya meninggal dunia adalah milik ahli waris
lainnya. Wal’iyadzu Billah. Dari Abu Sa’id Akl-Khudri ra. bahwa
Rasulullah saw bersabda:
يَخْلُصُ
الْمُؤْمِنُوْنَ مِنَ النَّارِ فَيُحْبَسُوْنَ عَلَى قَنْطَرَةٍ بَيْنَ
الْجَنَّةِ وَالنَّارِ فَيُقَصُّ لِبَعْضِهِمْ مِنْ بَعْضٍ مَظَالِمُ
كَانَتْ بَيْنَهُمْ فِيْ الدُّنْيَا حَتَّى اِذَا هُدِّبُوْا وَنُقُّوْا
اُذِنَ لَهُمْ دُخُوْلِ الْجَنَّةِ فَوَالَّذِيْ نَفْسِ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ
َلاَحَدُهُمْ اَهْدَى بِمَنْزِلِهِ فِيْ الْجَنَّةِ مِنْهُ بِمَنْزِلِهِ
كَانَ فِي الدُّنْيَا =رواه البخاري=
Orang-orang
mu’min akan selamat dari neraka lalu tertahan diatas jembatan antara
surga dan neraka. Maka satu sama lain menuntut balas kezhaliman yang
pernah dilakukan di dunia. Hingga manakala telah bersih (dari dosa
kezhaliman) mereka diizinkan memasuki surga. Demi Dzat yang diri
Muhammad ada di tangan-Nya, setiap mereka lebih mengetahui tempat
masing-masing di surga ketimbang tempatnya yang dulu sewaktu di dunia. (HR. Bukhari).
Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda:
مَنْ
كَانَتْ عِنْدَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيهِ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهَا
فَإِنَّهُ لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ مِنْ قَبْلِ أَنْ يُؤْخَذَ
لِأَخِيهِ مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ
مِنْ سَيِّئَاتِ أَخِيهِ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ =رواه البخاري=
Barangsiapa
yang berbuat zhalim terhadap saudaranya, maka segeralah minta
dihalalkan. Karena di akhirat tidak berguna lagi dinar dan dirham,
sebelum saudaranya mengambil kebaikan darinya. Jika ia tidak memiliki
sesuatu kebaikan, maka akan diambil untuknya keburukan dari saudaranya
(orang yang terzhalimi) itu, lalu ditimpakan kepadanya. (HR. Bukhari).
- Saudara berhutang pada saudaranya.
Berhutang
diantara sesama bersaudara seperti menantu berhutang pada mertua atau
sebaliknya, saudara dan saudaranya atau iparnya, cucu dengan kakek atau
pamanya, semua memiliki hukum yang sama dengan hutang pada yang tidak
memiliki hubungan persaudaraan. Sabda Rasulullah saw.
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى
عَنْهُ =رواه الترمذي وابن ماجه=
Dari
Abu Hurairah ra, bahwa Bersabda Rasulullah saw: “Ruh orang mati itu
tergantung dengan hutangnya sampai hutang itu dilunasi untuknya.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah). Hadits hasan menurut Tirmidzi.
عَنْ
ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ دِينَارٌ أَوْ دِرْهَمٌ قُضِيَ مِنْ حَسَنَاتِهِ
لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ =رواه ابن ماجه=
Dari
Ibnu Umar ra, ia berkata Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang
mati sedang ia punya hutang satu dinar atau satu dirham, kelak
dibayarlah (hutang itu) dari kebaikannya yang saat itu tidak ada dinar
dan dirham. (HR. Ibnu Majah).
PENUTUP.
Dalam
ajaran Islam, janganlah suka menganggap remeh terhadap hutang-piutang,
karenanya harus ekstra hati-hati dalam menerapkannya. Karena hutang bisa
mengantarkan seseorang masuk ke dalam surga, dan sebaliknya dapat
menjerumuskan seseorang ke dalam neraka. Na’udzu Billahi Min Dzalik.
Sumber : https://www.google.co.id/amp/s/muhammadhaidir.wordpress.com/2015/03/17/hutang-piutang-diantara-anggota-keluarga